Kali ini aku mulai menyadari, ternyata kau benar-benar pergi. Entah apa yang ada di pikiranku dulu, sehingga aku baru menyadarinya...sekarang. Terlalu banyak pertanyaan dalam benakku, terlalu banyak prasangka dalam hatiku. Bahkan, otakku sesekali merasa lelah, terus menerus memikirkanmu yang memang bahkan cicak di dinding kamarku pun tahu hal tersebut tidak akan pernah ada habisnya. Kadang aku tertawa miris, satu waktu lainnya aku menangis. Bahkan yang ditangisi mungkin tidak akan pernah tahu, tidak pernah merasa.
Lalu apakah aku akan menyerah? Tentu. Sepenuh hatiku aku sangat berusaha. Aku berusaha menyerah. Namun, apakah kau tahu, berusaha menyerah sama sulitnya seperti berusaha melupakan. Kau tahu seberapa sulitnya untuk sehari saja membuang pikiran tentangmu walau hanya satu detik. Kau tahu seberapa sulitnya untuk membuang bayangan wajahmu ketika aku terbangun dari tidur lelapku. Dan, apakah kau juga tahu, bahwa melupakanmu itu seperti layaknya rumput liar, hari ini ditebas besok sudah tumbuh lagi, hari ini mencoba melupakan besok sudah teringat kembali. Tidak tidak, belum sampai satu hari, mungkin lebih riil jika dikatakan pagi ini mencoba tak peduli tak ingin tahu, namun siang harinya sudah memantau perkembanganmu lagi. Apa harus dikata? Kau terlalu sulit untuk dimusnahkan dalam pikiranku.Rumput liar yang merepotkan. Hmm, lalu apakah kau pun merasakan itu? Mungkin.
Terkadang aku heran dengan orang-orang yang senantiasa berada di sampingmu. Menghabiskan waktu bersama, berbincang bersama, merasakan hangat senyummu. Apakah mereka sangat menikmati hal itu? Diam-diam menertawakan nasibku yang sangat berbeda dengan mereka. Kau memang menjadi idamannya, namun kau pula yang sangat jarang memiliki kesempatan melihat keindahan wajahnya. Ya, aku tahu kau semua pernah berkata seperti itu dalam hatimu. Tak apa, selama ini aku tak pernah merasa spesial, menjadi idaman lelaki yang menjadi idaman setiap perempuan. Biasa-biasa saja. Bahagia sewajarnya. Meskipun aku juga tahu, teman-temanku menyimpan rasa iri terhadapku. Maka dengan itu, aku patut berbangga hati. Hebat.
Namun, kini aku harus mempertegas. Kali ini sudah tidak ada lagi kita. Kau pergi terlalu lama, dan aku terlalu bodoh masih terus menerus memikirkan tentang dirimu. Tidak tahu kapan kau akan kembali. Bahkan jika takdir sangat tega terhadapku, mungkin kau tidak akan pernah kembali. Hingga kita menemui hati-hati yang baru. Hingga kita benar-benar akan tiba pada masa dimana satu detik pun tak pernah terbesit dalam pikiran masing-masing. Wajahmu, pun wajahku. Menganggap semuanya hanya kisah cinta yang naas di masa muda. Penuh kerumitan. Tak terselesaikan. Ketahuilah, aku memang sempat menyia-nyiakanmu, menganggap semua proses adalah permainan, bahkan aku harus tega menyuruhmu pergi ketika hanya tersisa satu langkah saja untuk kata kita itu terbentuk. Aku menelan pil pahit sekarang. Namun takdir tetaplah takdir, sepahit apapun aku harus menjalaninya. Tetapi ingatlah satu hal, jika takdir berkenan, maka kita akan bertemu kembali dalam sebuah cerita cinta sederhana. Mengalir apa adanya, tak ada kerumitan, tak ada kekecewaan. Semuanya berjalan di atas sebuah takdir Tuhan:)
No comments:
Post a Comment
Silahkan komentar guna menambah inspirasi saya