Jika dunia ini memiliki 1001 cerita tentang cinta, maka cerita milikku lah salah satunya. Jika 1000 cerita cinta itu memiliki ending yang bahagia, maka ceritaku bukan salah satunya. Namun, jika 1 cerita cinta yang tersisa berakhir sedikit membuat sesak di dada, maka sepertinya itu adalah cerita cinta milik Laila Majnun. Bukan aku. Bukan ceritaku.
Jika Tere Liye memiliki ratusan cerita cinta romantis, ratusan petuah indah nan mengiris, maka aku tak akan berisak tangis. Cerita miliknya, bukan lah seperti ceritaku. Namun petuah darinya, sedikitnya bermanfaat untukku. Memaknai arti cinta sejati, memahami hakikat memiliki, merelakan kepergian sang kekasih hati. "Lepaskanlah, maka esok lusa jika ia memang cinta sejatimu, maka ia akan kembali dengan cara yang mengagumkan." [Rindu, Tere Liye]
Jika hujan memiliki ribuan bahkan jutaan cerita cinta manusia, maka aku tak punya walau setitik pun. Lazimnya hujan turun meninggalkan genangan, bukan kenangan. Namun tak sedikit orang melupakan hakikat tersebut. Dan aku, selalu memegang erat kepercayaan akan hal itu. Hujan turun, membawa seluruh ingatan tentang dia di masa lalu. Dia siapa? "Mereka" ,suatu ketidakmungkinan yang selalu kebanyakan orang semogakan. Lalu mengapa masih mengaku-ngaku memiliki kenangan bersamanya?
Jika kehidupan ini memiliki jutaan kebohongan tentang hati manusia, maka tak diragukan lagi, aku turut menyumbangkannya. Hehe. Tentang cerita itu, tentang penerimaan petuah itu, tentang kenangan itu. Jadi semuanya sebuah kebohongan? Tidak. Jika semua perkara buruk nan menyesakkan dianggap sebagai suatu hal yang baik nan memberikan pelajaran, mengapa harus di katakan sebuah kebohongan? Asalkan kita mengerti hakikat pemahaman yang baik.
Jika cerita kita memiliki 1000 kenangan yang baik, maka 1 orang di sekitar kita tidaklah akan percaya. Namun, jika cerita kita memiliki 1 kenangan yang pahit, maka tidakkah 1000 orang berhenti memercayainya? Berhenti menyimpan hal itu dalam memorinya? Berkata bahwa semuanya hanya kebohongan belaka. Well, ituah mengapa, kadang tak semua orang paham mengenai arti sebuah kenangan.
Jika perasaan itu masih ada, maka mungkinkah tetap dalam kadar yang sama? Jika sebuah proses tirtrasi mampu mengukur kadar itu, maka mungkinkah hasilnya akan membuat hati bahagia? Dan, jika perasaan itu sudah hilang, maka mungkinkah kesedihan ini masih mampu terbilang? Jika sebuah proses perpisahan mampu menjelaskan kehilangan itu, maka mungkinkan pondasi hati ini masih mampu menopang? Terkadang, cinta memang butuh ukuran.
Jika mata itu masih menatap dengan cara yang sama seperti saat perjumpaan pertama, maka masihkah akan sama di esok hari? Bagaimana dengan lusa? Jika sorotan mata yang kini terlihat tak seperti dulu saat masih menyimpan rasa, maka esok hari masihkan akan terlihat kembali seperti memiliki rasa? Dan bagaimana dengan lusa? Jika senyuman itu masih dalam derajat kelengkungan yang sama saat ketertarikan pertama, maka akan kah derajat itu akan berkurang di esok hari? Atau bahkan lusa? Jika sapaan itu masih terdengar layaknya orang yang mencinta, maka jelas tak ada yang percaya. Bahkan telinga ini menolak untuk memercayainya. Hari ini, esok, dan lusa, tidak ada yang mampu menjelaskan kau adalah seseorang di hari kemarin.
Jika rindu ini memaksamu kembali, maka akankah kau tetap berlalu? Jika perasaan ini menarikmu kembali, maka akankah kau tetap menjauh pergi? Dan jika kebencian ini melepaskanmu pergi, maka akankah kau kembali lagi?
Kalau saja pengertian, penerimaan, serta pemahaman akan skenario ini mudah di resapi. Maka mencintai bukan jadi soal yang abadi, serta melepaskan bukan jadi soal yang mustahil dilakoni.
No comments:
Post a Comment
Silahkan komentar guna menambah inspirasi saya