“Kapan Kita Harus Berhenti Bertemu Pandang?”
Selamat malam.. Aku kembali menaruh
jemariku pada keyword detik ini. Ada banyak yang inginku utarakan, tak lebih
mengenai perasaan. Perasaan yang kian menggunung, acap kali mengganggu pola
pikirku. Aku bingung, aku tak yakin akan perasaan ini. Semuanya begitu rumit,
semuanya begitu membuatku bertanya-tanya. Aku tahu, hal yang kurasakan tak
lebih dari sebuah hal yang semua orang alami dan rasakan. Menunggu, bertanya,
dan kecewa.
Orang itu, lelaki itu, benar-benar
membuatku sesak. Membuat nafasku tercekat. Mematikan aliran darahku. Aku
merasakannya seorang diri, hanya seorang diri. Bahkan Tuhan pun kukira akan tersenyum
dengan apa yang terjadi padaku. Remaja. Aku selalu memutar otak setiap kali
melihatmu, bertemu pandang denganmu. Memikirkan bahwa, apakah yang barusan
kulihat itu seorang malaikat? Mengapa raut wajahnya begitu rupawan? Namun semua
itu menjadi kacau saat lagi-lagi terbesit pikiran, aku ingin bersamanya, aku
ingin menjadi bagian dari cerita cintanya. Bodoh. Tuhan tak mungkin semudah itu
memberikan apa yang kuinginkan. Namun Tuhan selalu mengerti, Dia memberikanku
sebuah kebahagiaan yang menurutku ‘sederhana.’ Hal sederhana yang menjadi
segores tinta dalam hati. Aku bersyukur.
Tapi kini, saat aku menyadari bahwa
waktu tak akan terhenti walau sejenak, saat aku harus menerima kenyataan bahwa dia akan pudar, hilang, tak berbekas.
Aku cukup tahu akan itu. Bagaimana tidak? Mataku, mulutku, aliran darahku,
bahkan hatiku telah sering memperingatkanku, seseorang akan menghilang begitu
saja jika ia tak menyadari hal kecil yang mempesonakan dirinya hingga membuat
orang lain menahan sebuah senyuman kagum untuknya. Tak mengerti? Pun sama
denganku. Logikaku hanya mengartikan ‘tak mungkin sesuatu akan menjadi kenangan
indah jika hanya salah satu yang merasakan, salah satu itulah aku, aku sebagai
subjek, sedangkan objek itu tak ikut
merasakan.’
Tuhan, aku mempercayai instuisiku,
instingku, dan hipotesaku. Aku mempercayai bahwa seseorang itu akan terus menjadi objek kebahagiaanku, meskipun aku
tahu hal itu tak akan membekas dihatiku. Kekecewaan atas semua jawaban yang
kudapat telah cukup membuatku ingin menumpas segala hipotesa-hipotesa yang
telah kubuat sebelumnya. Semuanya membuatku mengerti soal cinta. Bahwasanya,
cinta tak akan hadir begitu saja, yang bermula dari hal-hal kecil nan
sederhana, mengumpulkan segala dugaan-dugaan spekta, menyatukan dengan instuisi
dan insting, dan lain sebagainya. Melainkan cinta akan hadir melalui proses,
sang subjek dan objek akan mengukir cerita sebelum cerita cinta. Bukan sepertiku,
yang selalu mudah jatuh cinta terlebih pada ia
yang hanya menjadi predikat.
No comments:
Post a Comment
Silahkan komentar guna menambah inspirasi saya