Wednesday, November 20, 2013

Ganbarimasu ;)



“Teriakkan Sang Maskot Kegagalan”
“Aku terlambat lagi...”
                Helaan nafas panjang kukeluarkan seraya menatap arah depan. Kakiku masih berpijak pada tanah yang kini menjadi sahabat soreku. Bersama sinar matahari yang semakin terbenam, membuat tubuhku bagaikan siluet jika dilihat dari kejauhan. Tanganku masih mengepal kuat, hatiku begitu bergejolak jika mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.
                “Bodoh! Kau bodoh!”
                Aku memaki hebat diriku sendiri. Merasakan diriku sangatlah bernasib buruk dari sekian banyak orang yang sama-sama memiliki nasib buruk sepertiku. Namun akulah pemenangnya, pemenang dari kontes nasib buruk itu.
Benar, aku kalah oleh waktu. Lagi-lagi kalah oleh waktu. Entah apa saja yang aku lakukan sampai semua ini terjadi. Menyia-nyiakan sedetik saja waktu yang kumiliki. Ya beginilah hasilnya. Namun aku telah berusaha, aku banyak merepotkan banyak orang, aku telah banyak menyisihkan waktu untuk ini. Mengapa waktu dan kesempatan selalu berseberangan dengan keberuntunganku?
“Keberuntungan lagi-lagi belum berpihak kepadamu, Keiko.” Aku tersenyum sinis, kata-kataku barusan berasal dari hatiku. Gemuruh hatiku yang benar-benar membuatku terkoyak-koyak.
Aku mulai berjalan ke suatu tujuan yang tak jelas. Hasratku ingin mencari sudut yang dimana segala keluh kesah hati ini dapat dilepaskan. Namun, aku harus segera sampai. Aku takut sebuah katup di mataku mengeluarkan sebuah cairan khas wanita. Aku tak mau.

Aku memutuskan untuk mendekati tepi pantai dengan memboyong segala carut marut perjuanganku. Masih dengan menggendong tas ransel mini berisi sesuatu yang membuat berat orang yang membawanya. Barang penuh amarah, barang penuh jerih payah.
“Hey!” Aku berteriak sangat kencang. Kedua tanganku ikut membantu untuk membesarkan suaraku. “Kau tahu? Hatiku hancur! Aku telah mengecewakan banyak orang! Aku yang bodoh! Aku ang sangat jauh dari kata beruntung! Aku yang memiliki antimagnet dengan sebuah kata berhasil! Aku yang...” Aku berhenti berbicara, nafasku tercekat, kakiku mulai goyah untuk sekedar menopang tubuhku sendiri. Aku terjatuh.
“Sial! Mengapa aku harus secengeng ini?” Aku menghapus setetes air mata yang jatuh dari mataku. Kuhapus dengan penuh amarah, namun air mata itu terus mengalir. Sampai-sampai aku harus memposisikan diriku untuk bisa menekukkan kepalaku dalam kerasnya lutut kakiku. Aku duduk menangis memeluk kakiku sendiri.
“Mengapa hidup sekejam ini?” Aku bertanya dalam sela tangisku. “Mengapa?!”
Tangisku pecah tepat saat itu juga. Ditemani laut senja yang membawa ketenangan. Aku yang hanya seorang diri mencoba menyelesaikan masalahku dengan begini, aku berpikir hanya inilah yang menjadi pelepas masalahku, berpikir bahwa setelah luapan ini akan ada kebahagiaan yang menghampiri.
Dengan tangan bergetar, aku mencoba mengambil isi ranselku. Aku telah memberitahu, isi ransel ini yang membuatku jatuh seperti ini, yang membuatku menangis pedih seperti ini, yang membuatku kehilangan sedikit semangatku.
Kutempatkan secarik kertas itu tepat dihadapanku. Secarik kertas yang sebelumnya hanya lembaran kertas kosong. Secarik kertas yang kini berubah menjadi kertas yang sangat berharga bagiku. Autumn, ya, ku ubah kertas yang tak berguna itu menjadi nuansa autumn. Sebuah pohon tanpa daun yang berdiri di sisi kiri kertas, hanya ada ranting-ranting yang daunnya berguguran. Kugambarkan daun-daun itu berjatuhan ke sisa kertas yang masih kosong. Kuwarnai dengan warna oranye, kucampur dengan warna coklat dan kuning. Tepat ditengahnya, kutuliskan sebuah kata-kata mutiara.
Jodoh itu bagaikan siluet yang mengilaukan, membentuk kilau yang padu padan, menjadikan sebuah keindahan.#JodohAkanBertemu
Aku tersenyum, lagi-lagi air mataku menetes saat kucoba mengedipkan mata. Sakit, ya, hati ini sakit. Sebilah tanganku kini menepuk-nepuk dadaku, seakan ingin meredakan rasa sakit yang ada. Secarik kertas yang ada dihadapanku kini, secarik kertas yang baru saja ingin kuikutsertakan pada sebuah perlombaan. Secarik kertas ini pula yang membawaku pada sebuah kegundahan. Aku terlambat, aku terlambat mengirimnya, tidak-tidak, aku hanya membuat sebuah kesalahan kecil.
“Aku tahu ini adalah sebuah kegagalan yang kesekian kalinya, kegagalan yang benar-benar membuatku harus bangkit, harus berjuang lagi. Aku pun tahu, keberhasilan yang sebenarnya adalah ketika kita mencoba mengalahkan kegagalan itu, menempuh segala kegagalan itu. Namun aku pula tahu, tak ada yang lebih indah dari proses ini semua, proses yang rumit ini.” Aku diam, mataku terfokus pada laut yang ada di depanku. “Lalu mengapa aku harus menangis?”
Aku tertawa setelah itu, bangkit dari dudukku dan seraya berkata, “Inilah setting yang menjadi arti dari tulisanku! Lihatlah aku, aku dan kertas ini yang menjadi siluet. Membentuk keindahan bukan?” Aku tertawa masam, sedikit mendongakkan kepalaku dan mengibas-ngibaskan kertas itu tepat diatas kepalaku.
Sadarku, aku menganggap semua ini hanyalah emosi sesaat. Sebenarnya aku tahu apa itu kegagalan, tidak sedikit pula aku pernah mengalami kegagalan. Namun yang membuatku goyah kali ini adalah, aku mengecewakan orang-orang disampingku, orang-orang yang membantuku dalam proses ini...

                                                                                                                            ~Terkutip 201113, ARB~

No comments:

Post a Comment

Silahkan komentar guna menambah inspirasi saya