Tuesday, February 3, 2015

Ini Soal Hati dan Keputusan

Pernahkah kau mencoba menutup hatimu rapat-rapat?
Pernahkah kau merasa hampa?
Pernahkah kau ingin pergi dari semua urusan cinta?

Terkadang hidup ini terlalu sederhana jika hanya membicarakan soal perasaan. Sesuatu yang kenyataannya tak mampu untuk terhindarkan. Terlupakan. Atau sengaja ditiadakan. Sebuah hati yang tercipta bukan hanya sekedar menjadi organ. Namun, menjadi sesuatu yang bahkan dituntut untuk mampu merasakan segalanya. Begitupun dengan hati ini.

Ini tak lebih tentang sebuah keputusan yang kubuat. Tentang ego yang tak mungkin terkalahkan. Tentang kejujuran yang tak mungkin terungkapkan. Tentang hasrat yang sebenarnya menjadi sebuah pengharapan. Namun, sekali lagi, aku harus meruntuhkan segalanya. Hanya karena sebuah keputusan. Aku tak menyesalinya, tak sedikitpun, aku hanya dituntut untuk dapat belajar merelakan. Karena kapanpun jika aku mau, aku bisa saja berpura-pura tak pernah membuat sebuah keputusan untuk tujuh belas tahun ini. Tetapi, apakah kau pernah belajar untuk menjadi seorang yang mampu memegang sebuah janji? Menjadi seorang yang dewasa? Menjadi seorang yang senantiasa percaya akan takdir Tuhan? Ya, aku salah seorang yang sedang menjalaninya. Yang berusaha belajar hal-hal yang memang tak pernah kutemui di bangku sekolah. Tak diajarkan. Sedikitpun tak pernah menjadi sebuah bahan ajar.
Sering kali aku ingin menegaskan, ini bukan sekedar keputusan. Kau tahu? Saat hati ini memang benar-benar kosong. Saat hati ini memang benar-benar tak tersentuh oleh manisnya cinta. Aku tak mempermasalahkannya. Teramat miris jika harus dipermasalahkan. Karena hari-hari yang kujalani tak semenyedihkan karena tak punya cinta. Bahkan jika harus kuutarakan, hidupku lebih manis ketika kau tak ada. Ketika kau belum hadir, menyapa hari-hariku, menyentuh hatiku, menggoyahkan keputusanku.
Ya, semuanya berbalik ketika kau hadir. Kau tahu? Betapa bahagianya hati ini ketika kau dengan berani menyapaku, dengan sengaja menebar senyuman untukku, dengan tajam menatap lekat mataku. Teramat membahagiakan. Namun, seolah tak pernah kau tahu, aku pernah membayangkannya jauh sebelum kau melakukan hal-hal itu padaku. Aku terlebih dahulu mengharapkanmu. Aku terlebih dahulu menyimpan rasa untukmu. Aku terlebih dahulu---menyukaimu. Ya, semuanya datang begitu saja bahkan setelah keputusan itu ada. Aku memendam hanya karena logikaku tak sampai jika harus meng-iya-kan apa yang kubayangkan dapat terjadi. Namun, sekali lagi, aku harus percaya akan takdir Tuhan. Saat itu, Dia mencoba mempertemukan hati kita, namun siapa sangka Dia pun memersatukan hati kita. Sesaat. Ya, hanya sesaat. Tak kurang tak lebih. Aku mencoba menerima. Disini memang aku seorang yang bersalah--paling bersalah. Aku mencoba membuka hati padahal tak ada kesempatan untuk siapapun untuk tinggal. Aku mencoba menutup hati padahal disana ada kesempatan untukku mendapatkan seseorang yang bahkan mampu membuatku merasakan indahnya kasih sayang dan perhatian. Seseorang yang untuk pertama kalinya membuatku jujur berani menyatakan bahwa aku menyayanginya..
Kau tahu mengapa ini bisa terjadi? Karena kaulah yang pertama kali menggerakkan hati ini, menghancurkan kehampaan ini, menggoyahkan keputusan ini. Kaulah yang kuanggap sama saja dengan lelaki lain, namun nyatanya kau sangat berbeda. Kaulah yang kukira tak banyak tahu akan suatu hal, namun nyatanya kau menbuktikan bahwa akulah yang sebenarnya tak tahu apa-apa. Kaulah yang selama ini mengajarkan hal-hal sederhana, yang bahkan banyak orang tak mengetahuinya. Aku mengagumimu bahkan saat pertama kali melihatmu. Tetapi siapa sangka, akulah seorang yang beruntung, mampu mendapatkan hatimu meskipun harus dengan tega membunuh hasrat untuk mau menjadi milikmu. Aku mau, namun tidak saat ini. Aku mau, namun tunggulah dulu. Aku mau, namun kumohon bersabarlah sedikit..
Sampai saatnya tiba nanti, aku akan membuka hati ini lebar-lebar. Teruntuk dirimu...

No comments:

Post a Comment

Silahkan komentar guna menambah inspirasi saya