Monday, May 22, 2017

Autumn Without You #3

Tiga…

            Mario Arditya membuka matanya yang terasa berat, lalu ia mengangkat tangan menutupi matanya dan mengerang pelan. Pancaran sinar matahari yang menembus jendela apartementnya menyilaukan matanya. Ia menguap lebar sambil merenggangkan kaki dan tangan dengan posisi yang masih terbaring di tempat tidur. Tak lama kemudian, ia segera menyergap ponselnya yang berada di meja kecil di samping kasurnya.
            “Astaga!” Mario terkesiap saat mengetahui waktu telah menunjukkan pukul 09.20. Ia menyumpahi dirinya seraya bangkit dan berlari ke kamar mandi dalam satu gerakan cepat.
            Sepuluh menit berlalu. Lelaki itu sudah siap menuju ke suatu tempat. Ia menutup pintu apartementnya dengan keras lalu berlari menyusuri anak tangga. Ia hanya memiliki waktu 30 menit untuk menyelesaikan semuanya.
            Mario melangkah keluar gedung apartementnya, berlari ke tempat pemberhentin bus yang berada dekat persimpangan jalan. Nafasnya terengah-engah. Sesekali ia membetulkan letak ranselnya. Beruntung ia tidak tertinggal bus menuju Castlereagh Street. Perjalanan ini akan menempuh jarak sekitar 20 km.
            Mario menarik napas dalam-dalam, membuka tas ranselnya dan mengecek beberapa berkas yang dibawanya. Lengkap, tidak ada yang tertinggal. Ia lalu melihat keluar kaca jendela bus, lantas baru menyadari langit Sydney kini lebih cerah dari biasanya. Meskipun suhu hari ini menunjukan 16oC, ia tidak merasa kedinginan. Bukan karena jaket yang dikenakannya, namun akibat berlari. Ya, lelaki itu pada akhirnya berkeringat juga setelah mandi.
            Lima belas menit berlalu. Ia telah sampai di persimpangan jalan dan bersiap menyeberang. Mario akan mengunjungi kantor International Educational Services— agent sekolahnya.
            Akhirnya sampai juga. Ia pun langsung memasuki suatu ruangan dan menemui seorang wanita paruh baya, yang sepertinya telah menjadi konsultan pendidikannya selama di Australia. Bukan-bukan, lebih tepatnya pengganti sementara konsultan pendidikan sebelumnya. Karena seingatnya, wanita yang selalu mengurusi perihal sekolahnya sudah resign, dan atasan dari wanita itu yang kini meng-backup pekerjaannya.
            “Oh hi Mario, apa kabar?” sambut wanita itu dalam bahasa Inggris ketika melihat Mario sudah duduk di depan meja kerjanya. Keduanya memang sudah akrab dan telah bertemu dalam beberapa kesempatan.
            “Aku sangat buru-buru, ini dokumennya. Aku datang sepagi karena aku akan ada acara hingga malam nanti,” Mario bicara tanpa jeda sambil menyerahnya sebuah file berisi beberapa kertas.
            Terlihat wanita itu mengecek satu-satu isian file tersebut, lalu mengerut kecil dan bertanya, “GTE Statement?”
            Mario menghembuskan napas panjang, ia baru saja akan marah sesaat sebelum wanita itu melanjutkan perkataannya, “Aku sudah mengirim contohnya melalui email. Kau seharusnya mengecek emailmu.”
            Mario melihat jam tangannya lalu terkesiap saat menyadari kini sudah pukul 09.55. Ia akan tertinggal bus menuju kampusnya jika lebih lama lagi berada di sini. “Baiklah aku akan menyerahkannya nanti.”
            Akhirnya lelaki itu buru-buru pamit dan bergegas keluar ruangan.
“Mario, untuk berkas itu aku tunggu maksimal lusa, dan jangan lupa fee-nya,tegas wanita itu lagi.
            Mario hanya mengangguk sambil tersenyum kecil dan berjalan keluar ruangan dengan segera. Dia membetulkan ranselnya sesampainya di ujung zebra cross dan bersiap-siap menyeberangi jalan untuk mencegat bus yang akan melintas sebentar lagi.
            Terlihat Mario berjalan setengah berlari karena waktunya hanya tersisa dua menit. Di sini, bahkan saat kita telat dua menit saja, kita akan tertinggal bus. Dan akibatnya harus menunggu bis selanjutnya dengan jeda waktu yang lebih lama.
            Hari ini ia harus menyetorkan tugas kuliahnya. Sehingga jika ia telat, ia akan kehilangan nilai dari subject tersebut. Dan ia tidak mau gagal untuk kedua kalinya dalam subject ini. Ya, tahun lalu ia sempat menyepelekan tugas dari subject ini, dan alhasil gagal, padahal subject tersebut merupakan subject penting untuk kelulusannya.
            Lampu hijau untuk pejalan kaki pun menyala. Mario kembali berjalan dengan tergesa-gesa. Ia melihat jam tangannya untuk memastikan berapa menit lagi waktu yang tersisa untuknya. Namun, tiba-tiba saja ia tersentak oleh tubrukan seseorang mengenai bahunya. Dalam satu gerakan cepat ia berbalik untuk memastikan siapa yang menabraknya.
            “Astaga, maaf!”
            Terdengar suara seorang wanita meminta maaf dalam bahasa asing. Beberapa detik mata mereka bertemu. Mata wanita itu seolah-olah menatap lurus ke mata Mario. Seketika ia pun hanyut dalam tatapan itu. Sorot mata yang sudah lama ia lupakan. Sorot mata yang begitu mendamaikan hati siapa saja yang menatapnya. Astaga, gadis ini…
            Suara klakson mobil membuat ingatan-ingatan yang mencuat di kepala Mario kini hilang. Ia mengalihkan pandangannya dan berjalan menuju pemberhentian busnya.
            “Kali ini aku tidak akan kalah cepat,” ujar Mario ketika telah duduk di kursi bus dengan nafas yang masih terengah-engah.
            Tak lama dari itu, terdengar suara dering telepon dari saku jaket Mario. Ia pun mengambil ponselnya dan menjawab telepon tersebut.
            “Halo?”
            “Mario, saya akan ada perjalanan ke luar kota lusa. Jadi usahakan kau kemari besok saja ya.”
            Suara di ujung telepon ternyata berasal dari konselor pendidikannya. Ya, dia menyuruh lelaki itu datang besok untuk menyerahkan berkasnya.
            “Astaga bagaimana mungkin, aku bahkan belum mempersiapkannya. Dan GTE Statement itu harus dibuat saat aku benar-benar santai. Lagi pula besok aku sudah ada janji.”
            “Hmm,” suara dibalik telepon terdiam sejenak, “baiklah baiklah, lusa saja,” lanjutnya.
            Mario mematikan telepon tersebut. Menghela nafas panjang lalu menatap jalanan kota Sydney. Benar-benar menjengkelkan, pikirnya.
            Sekelebat bayangan kejadian saat di zebra cross tadi kini muncul kembali. Mario tampak mengerutkan alisnya, seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.

Gadis itu…” ujarnya dalam hati, lalu cepat-cepat menggelengkan kepala dengan harapan membuyarkan pikiran tersebut.

No comments:

Post a Comment

Silahkan komentar guna menambah inspirasi saya